Legenda Tanjung Menangis, Cerita Rakyat dari Sumbawa, NTB

Legenda Tanjung Menangis, Cerita Rakyat dari Sumbawa, NTB

Tanjung munangis adalah sebuah tanjung yang terletak di bagian Timur Pulau Sumbawa. Tebing yang menjulang ke arah laut itu memiliki panorama alam yang sangai indah. Pantainya bersih, air lautnya jernih. Di pesisir pantai Tanjung Munangis terdapat batu yang sangat besar dan tinggi. Rumput­rumput yang hijau disekitar pantai dan hamparan pasir pantai putih. Sungguh keindahan yang sangat luar biasa ketika kita melihatnya dari atas tebing tanjung munangis. Para nelayan yang pulang melaut selalu melewati tanjung itu. Apabila malam tiba, sesekali mereka sering mendengan suara tangisan seorang Wanita.

Suara itu sangat menyayat hati, konon itu adalah suara putri Datu Samawa yang meninggal di tengah laut sambil menangis. Ia meninggal akibat perbuatan ayahnya yang telah mengingkari janjinya kepada kekasih sang putri yaitu Daeng Ujung Pandang.

PutriDatuSamawa bernamaLalaintan Masbulaeng. Ia seorang putri yang sangat cantik dan memiliki budi pekerti yang lemah lembut dan berhati mulia. Ini sesuai dengan· nama Yang diberikan oleh kedua orang tuannya. Terkenal santun dan murah hati kepada seluruh rakyat negeri, apalagi terhadap rakyat miskin.

Saat itu putri Datu Samawa sakit keras. Penyakitnya sangat aneh yang menyerupai borok. Kulitnya dipenuhi bintik-bintik merah bernanah, bersisik seperti ular, dan mengeluarkan bau.Belum pernah Datu dan istrinya melihat penyakit semacam itu. Seluruh negeri berduka, apalagi seisi istana, terutama Datu dan permaisurinya. Siang malam mereka dirundung kesedihan.

"Kanda, apa mungkin sakitnya anak kita karena perbuatan kita?" kata sang istri.

"Apa maksudmu Dinda, aku tak mengerti, bukankah kita telah berusaha mengobatinya dengan berbagai cara?''

"Ya, Kanda itulah yang menjadi bahan renunganku selama ini, segala upaya telah kita lakukan, semua tabib istana bahkan telah angkat tangan, mungkin kita selama ini kurang bersedekah kepada rakyat miskin."

"Ah, jangan engkau berpikir yang macam-macam Dinda. Apa hubungannya penyakit anak kita dengan sedekah?"

"Bisa saja Kanda. mungkin ini teguran Allah SWT dengan memberi cobaan seperti ini."

"Cukup Dinda, aku tak mau mendengar alasanmu lagi."

Datu meninggalkan istrinya dengan rasa kesal. Dalam pikirannya ia harus mencari cara lain untuk menyembuhkan sang putri.

Keesokan harinya Datu memanggil para menteri, hulubalang dan pengawalnya. Ia memutuskan untuk mengadakan sayembara untuk kesembuhan sang putri. Rajapun memerintahkan para hulu balang menuju ke alun­alun. untuk mengumukan sayembara tersebut.

"Pengumuman-pengumuman! Wahai seluruh rakyat Sumbawa, Datu Sumbawa mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat menyembuhkan tuan putri, akan diberi hadiah. Jika ia perempuan akan dijadikan saudara dan jika ia Iaki-laki akan dijadikan suami."

Pengumuman raja Sumbawa yang dikeluarkan dengan rasa putus asa itu, langsung tersiar ke seluruh pelosok negeri bahkan ke kerajaan lain. Tak pelak, banyak lelaki dari berbagai penjuru tana samawa berlomba untuk menyembuhkan Lala Intan Bulaeng. Silih berganti para dukun dan ahli pengobatan berusaha menyembuhkan penyakit yang diderita tuan putri, namun taka da satu pun yang berhasil.

Hingga suatu hari datanglah seorang tua  ke istana raja Sumbawa mengobati sang putri. Penampilannya sangat kumal dan bau. Ia mengenakan baju putih yang lusuh dengan janggut Panjang dan lebat. Tubuhnya bongkok dan berjalan menggunakan tongkat. Namun kedatangan orang tua itu tidak mendapat sambutan hangat dari pengawal kerajaan dan keluarga raja. Dia dihina dan dicemooh oleh semua orang.

"Hai orangtua! Siapa kau?" tanya salah seorang hulubalang. ''Apa maksud kedatanganmu kemari?"

"Hamba hanyaJah seorang rakyat biasa. Hamba ingin mencoba menyembuhkan tuan putri," jawab lelaki tua itu.

Sang hulubalang tertawa meremehkan. “haaa..hhaaa.. hahaa .... Apa kau tidak lihat bagaimana rupamu itu? Orang sepertimu  tak pantas mengikuti sayembara ini. Lihat dirimu! Kau tua dan bau. Kau tak akan mungkin bisa menyembuhkan tuan putri," lelaki tua itu pun diusir dari istana.

Namun Datu menahannya dan meminta lelaki tua itu untuk mencoba menyembuhkan tuan putri. Lalu Datu mempersilakan lelaki tua itu masuk untuk melihat tuan putri. Setelah melihat keadaan tuan putri lalu ia memutuskan untuk membawanya ke sebuah tempat yaitu disebuah kebun di Karang Lapan. Di tempat itu lelaki tua menancapkan tongkatnya dan seketika keluar lah air. Tempat itu kini diberi nama Buin Ai Awak.

Lelaki tua itu memandikan tuan putri yang keluar dari bui tersebut. Pada siraman pertama dan kedua belum tampak perubahan pada tubuh tuan putri. Namun ajaibnya ketiga siraman ketiga seluruh penyakit tuan putri hilang dan kulitnya kembali normal seperti sedia kala. Lalu mereka kembali ke istana.

Begitulah setelah kesembuhan sang putri, si orang tua renta itu lalu meminta atau menagih janji sang raja yakni menikahi sang putri. Namun, sebelum memberikan jawaban, dalam hati Datu Sumbawa pun berpikir. ''Apakah mungkin aku akan menikahkan anakku dengan orang tua renta ini? Apa kata raja-raja lain nantinya. Di mana aku akan menaruh mukaku."

Lalu Datu Sumbawa pun berubah pikiran dan mengganti hadiah sayembara dengan yang lain.

"Wahai Pak Tua, melihat kondisimu seperti itu tidak mungkin aku menikahkan anakku denganmu?"

''Apa maksud baginda? Bukankah hamba berhak menikahi tuan putri karena telah berhasil menyembuhkannya?"

"Kau memang tidak pantas, bisa saja kau menyembuhkan tuan putri dengan menggunakan sihir, siapa yang tahu," kata panglima menambahkan.

''Aku akan mengganti hadiah itu dengan harta sebanyak a pa pun yang kau inginkan." kata Datu Sumbawa.

Mendengar perkataan Datu, lelaki tua itu pun tersinggung dan terhina. Ia merasa ditipu oleh Datu Sumbawa. Melihat peristiwa itu, tuan putri merasa iba. Ia tidak ingin rakyat mengecap ayahnya sebagai raj a yang ingkar janji. la pun berkata, ''Ayahanda, aku bersedia menikah dengannya." 

Sang Datu seketika menjadi murka dan mengusir lelaki tua itu dari istana. Lalu dengan perasaan kecewa, tanpa menoleh lagi lelaki tua itu pun pergi meninggalkan istana menuju prahu yang telah ditambatkan di tepi pantai.

Tanpa diketahui, tuan putri berlari mengejar lelaki tua itu namun sudah terlambat. Ketika sampai di tepi pantai, sampan yang dinaiki oleh lelaki tua itu sudah berlayar menuju lautan.

Lelaki tua yang ternyata seorang pemuda tampan itu tak lain adalah putra Raja Bone Sulawesi. Melalui Pantai Tanjung Munangis, putra Raja Bone itu pulang ke negerinya. Konon ia hanya berbekal selembar kain untuk menyeberang ke Pulau Sulawesi.

Belum sempat berlayar jauh, ternyata sang putri sudah berada di tempat itu, yang berniat ikut serta dengan putra raja Bone itu. Tapi apa hendak dikata, sang putri terlambat, sementara pemuda idamannya sudah berada di tengah lautan.iba juga perasaan pemuda itu mendengar ratapan sang putri, namun apa yang harus kuperbuat ... Kata pemuda. Ayahandamu ternyata telah mengingkari janji.

Sebuah untaian lawas atau bahasa puitik, tau Samawa disenandungkan oleh sang pemuda sembari melambaikan tangan mengucapkan selamat berpisah kepada sang putri.

kumenong si sengo sia

Ieng poto tanjung munangis

ku pendi onang ku keme

artinya:

Ku dengar ratapanmu

Di ujung Tanjung Munangis

Ingin ku kembali tapi apalah gunanya.

Sang putri mendengar Iantunan lawas itu, semakin ingin ia pergi bersama sang pemuda yang sudah berlayar jauh ke tengah. Bahkan ketika pengawal kerajaan menjemputnya, ia tak mau pulang ke istana. Ia bersumpah lebih baik menjadi batu daripada harus pulang, apalagi pemuda yang dicintainya telah pergi jauh akibat ulah ayahnya yang ingkar janji. Konon cerita ini berakhir bersamaan dengan' berubahnya sang putri menjadi seonggok batu, yang menyerupai seorang yang tengah mnenangis. 

Asal Mula Tebing Batu Tanjung Menangis Sumbawa, Cerita Rakyat Sumbawa
Asal Mula Tebing Batu Tanjung Menangis Sumbawa, Cerita Rakyat Sumbawa, Foto :indonesatraveler

Sumber : Kantor Bahasa NTB, 2016,  Literasi Cerita Rakyat Kelas 10, 11, dan 12. Mataram

Komentar