Legenda Buen La Jenre, Cerita Rakyat Sumbawa

Ilustrasi Lala Ila, Seorang putri cantik dari Desa Lantung Sumbawa (foto:takata.id)

Pada zaman dahulu kala ada seorang bangsawan yang tinggal di Desa Lantung, bangsawan ini tinggal di dalam kebun dan di dalam kebun itu terdapat dua mata air yang bernama mata air Lala Mpang dan Mata Air La Jenre. Lama kelamaan karena sudah tua bangsawan ini meninggal dunia, dan meninggalkan dua orang anak. Anak yang di tinggal ini keduanya perempuan. Anak yang pertama bernama Lala Ila dan yang kedua bernama Lala Andi. Sementara  ibu mereka sudah lama meninggal dunia.

Kedua gadis kecil yang di tinggal mati oleh kedua orangtua nya ini hidup saling menyayangi satu sama lain hingga mereka tumbuh dewasa, keduanya tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik sehingga kecantikanya menyebar ke seluruh polosok Tana Samawa (Sumbawa). Tak ada satupun pemuda yang tak terpesona melihat kecantikan mereka terutama kecantikan Lala Ila. Semua pemuda jatuh hati padanya.

Karena kecantikanya tersebar hingga ke Sumbawa dan di ketahui pula oleh seorang bangsawan yang bernama Lalu Mangi dan membuatnya penasaran dan ingin melihat langsung kecantikanya, maka Lalu Mangi berencana pergi ke Desa Lantung.

Lalu Mangi pergi ke Desa Lantung dengan menunggang kuda. Perjalanan ke Desa Lantung melewati bukit dan gunung yang terjal, dan itu di tempuh selama satu hari perjalanan. Dan akhirnya sampailah Lalu Mangi di Desa Lantung antara waktu magrib dan isya setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Lalu Mangi sangat penasaran dengan kecantikan keduanya terutama dengan kecantikan Lala Ila. Lalu mangi berniat ingin mempersunting si gadis jelita untuk menjadi istrinya.

Ketika fajar menyingsing Lalu Mangi terbangun dari tidurnya, badan sudah terasa segar kembali setelah seharian menempuh perjalanan yang cukup jauh menuju Desa Lantung. Lalu Mangi duduk di dekat api unggun karena semalaman Lalu Mangi bermalam di sebuah kebun, yang secara kebetulan kebun tersebut berdekatan dengan kebun Lala Ila.

Tanpa disengaja Lalu Mangi melihat Lala Ila yang kebetulan mandi dan tanpa sadar Lalu Mangi mengintip Lala Ila, hatinya semakin tak karuan melihat kecantikan Lala Ila yang benar-benar bagaikan bidadari, tak ada cacat dan cela sedikitpun.

Lalu Mangi adalah seorang pemuda yang kaya raya dan akhirnya Lalu Mangi pergi melamar Lala Ila, tetapi Lala Ila tidak mau dan tak bergeming sedikitpun karena Lalu Mangi memiliki kekurangan pada salah satu matanya akibat Lalu Mangi sering menghisap candu. Akan tetapi Lalu Mangi tidak kehabisan akal dan kemudian dia mengutus seseorang untuk merayu Lala Ila agar Lala Ila mau menikah dengan persyaratan apapun yang diinginkan oleh Lala Ila pasti akan dikabulkan, akan tetapi Lala Ila tidak berubah pikiran sedikitpun.

Akhirnya di suatu hari pada sore hari Lala Ila  mandi ke sebuah mata air La Jenre, dan Lalu Mangi pun pergi mengintip Lala Ila yang sedang mandi. Setelah Lala Ila membuka semua pakaian yang melekat dibadannya kemudian Lalu Mangi bergumam “Ehmm,, Ehmm” alangkah terkejut dan takutnya Lala Ila, ketika Lala Ila mengangkat wajahnya dan bertatap mata dengan Lalu Mangi dan kemudian Lala Ila menangis ketakutan sambil membacakan lawas ::

Sabarlah wahai hatiku

Sebenarnya bukanlah jodoh

Tetapi apalah daya Allah yang menentukan

Sambil memungut pakaiannya Lala Ila memberikan isyarat kepada Lalu Mangi untuk mengajaknya pergi ke rumah. Setelah naik ke atas rumah, adik dari Lala Ila yaitu Lala Andi menangis sambil mengatakan “ Duhai saudariku, mengapa kamu tega tidak menyayangiku lagi” dan  Lala Ila pun menjawab “Bukan begitu adikku, karena sudah merupakan jodohku”. Lalu Mangi pun menginap dirumah Lala Ila. Dan di saat tengah malam, setelah adiknya sedang tertidur lelap Lala Ila dan Lalu Mangi pergi meninggalkan adiknya dengan tujuan untuk menikah ke Kota Sumbawa.

Di saat siang hari mereka tiba di Desa Sebasang Unter. Tepat di bawah pohon Tempoak (sejenis Jambu Air) di atas hamparan batu mereka beristirahat. Di bawah pohon tersebut terdapat sebuah batu, dan dari batu tersebut  ada terpercik air  kemudian Lala Ila melubangi batu sedikit demi sedikit menggunakan tangannya sampai akhirnya mengeluarkan mata air dari celah batu tersebut. Kemudian Lala Ila membasuh mukanya sambil mengucapkan lawas :

Duhai mata air La Jenre

Air mengalir di celah batu

Kenapa nasibku seperti ini

Setelah beristirahat akhirnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di tanah yang luas bernama Sampar Asam. Mereka bertemu dengan pembantu Lalu Mangi yang diperintahkan untuk menjemputnya dengan kuda. Setelah dinaikkan ke atas kuda bersama Lalu Mangi, Lala Ila mengucapkan lawas :

Betapa bahagianya hatiku Ibu 

Aku dipersatukan dengan Lalu Mangi 

Tak ada lagi yang aku khawatirkan

Sesampainya di Kota Sumbawa mereka berdua menikah dengan pesta yang sangat meriah. berbulan-bulan setelah mereka menikah, mereka belum juga dikaruniai anak dan Lalu Mangi pun jarang pulang ke rumah karena asyik bermain judi dan menghisap candu. Terkadang dia pulang ke rumahnya, tetapi harta yang dia miliki sudah habis untuk membeli candu dan berjudi. Suatu hari dia pulang ke rumah membawa seorang juragan tempat dia berhutang setelah semua hartanya telah habis.

Juragan ini bernama Daeng Joge, Daeng Joge memiliki sebuah perahu layar besar yang di sandarkan di jembatan Ngantung, Labuan Sumbawa. Ternyata Lala Ila telah dijual Oleh lala Mangi kepada Daeng Joge dan Lalu Mangi pun memberitahukan hal tersebut kepada Lala Ila. Betapa hancurnya hati Lala Ila mendengar perkataan Lalu  Mangi. Hanya tangis dan air mata yang dapat mencurahkan perasaannya.

Akhirnya Lala Ila diserahkan kepada Daeng Joge di jembatan Ngantung dimana perahu Daeng Joge berlabuh, Lala Ila pun dibayar dengan uang setinggi badannya. Setelah Lala Ila dibayar, akhirnya Lala Ila naik ke atas perahu tersebut. Kemudian Daeng Joge mengembangkan layar dan Lala Ila naik ke atas tiang layar sambil menggeraikan rambutnya yang ikal dan panjang. Lala Ila pun mengucapkan lawas :

Kini aku akan pergi

Tak ada dendam yang ku bawa

Hanyalah kenangan manismu yang ku ingat

Setelah mendengar lawas : tersebut, Lalu mangi akhirnya menceburkan diri ke dalam laut bersama dengan uang yang dia terima. Lalu mangi pun tenggelam bersama uang dan penyesalannya. Sampai dengan sekarang mata air La Jendre tidak pernah kering walau saat musim kemarau sekalipun.

 

Komentar